Hikmatu Tasyri' Ibadah Haji
KH. Muhammad Ma'mun
Pimp. Pesantren Modern Daar el-Falaah
Mandalawangi Pandeglang Banten

Adapun tujuan ibadah haji dapat kita temukan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat
196. Allah berfirman:
وَأَتِمُّوْا
الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ ِللهِ
“Dan sempurnakanlah haji dan umrah untuk Allah (Q.S. Al-Baqarah
: 196).
Dengan memahami firman Allah di atas, penulis bertanya dalam
hati, “untuk Allah?” Apa yang Allah inginkan dari hamba-Nya. Bila bicara soal
kekayaan, Allah Maha Kaya. Bila bicara kekuasaan juga Allah Maha Kuasa. Terus
apa yang diinginkan oleh Allah swt.
Ketika kita memahami agama Islam dari “alif” sampai “ya”, dari
“A” sampai “Z”, maka kita dapat mengetahui bahwa yang diinginkan oleh Allah
dari seorang hamba-Nya tiada lain kecuali ketaatan dan kepatuhan
kepada-Nya.
Dengan demikian dapatlah kita pahami bahwa tujuan ibadah haji
adalah UNTUK MEMBENTUK MUSLIMIN DAN MUSLIMAT AGAR SIAP RELA DI ATUR OLEH ALLAH
SWT.
Dari mana pendapat seperti
di atas itu dapat kita simpulkan. Mari, perhatikan uraian penulis di bawah ini.
Pelaksanaan ibadah haji atau yang biasa kita kenal dengan
istilah manasik haji, dari awal sampai akhir mengarah pada pembentukan
pribadi muslimin dan Muslimat agar siap rela diatur oleh Allah. Tentunya dengan
hikmah yang berbeda-beda dari setiap bentuk pelaksanaan ibadah haji itu
sendiri.
Sebagai contoh, pada saat tamu Allah yang berangkat ke tanah
suci, dan ia telah sampai di miqat makani (di mana seorang calon haji harus
memakai pakaian ihram). Maka tidak ada satu pun tamu Allah yang tidak mau
memakai pakaian ihram. Padahal kalau mau membandingkan, enak mana dan aman mana
memakai pakaian ihram atau memakai safari. Tentu jawabannya lebih enak dan aman
memakai safari. Tapi apakah ada satu dari ribuan bahkan jutaan tamu Allah yang
nekad tidak mau memakai pakaian ihram. Jawabannya, tentu tidak ada. Kenapa?
Karena memang ia sedang dibentuk pribadinya agar siap rela diatur oleh Allah
swt.
Sesampainya tamu Allah ke baitullah, maka dia disuruh untuk
thowaf yaitu mengelilingi ka'bah sebanyak tujuh kali, pekerjaan yang menguras
tenaga dan berdesak-desakan. Pada saat itu tidak ada seorang tamu Allah pun
yang tidak mengerjakannya, bahkan yang sudah tua rentapun melaksanakannya
dengan ditandu, ini pun membentuk agar dirinya siap rela diatur oleh allah swt.
Selesai melaksanakan thawaf, diperintahkan lagi untuk
melaksanakan sa'yi yakni berjalan sambil berlari kecil dari bukit shofa ke
bukit marwah. Pekerjaan ini pun sangat melelahkan. Tapi sekali lagi tidak
seorang pun tamu Allah yang nekat untuk tidak mengerjakan bahkan yang sakit dan
tua pun mengerjakannya dengan menggunakan kursi roda, ini pun menunjukan bahwa
seorang muslim sedang dibentuk keperibadiannya agar siap dan rela diatur oleh
Allah swt.
Setelah selesai mengerjakan sa'yi kemudian mengerjakan tahallul
yang ditandai dengan pemotongan rambut, pada saat itu pun tidak seorang pun
tamu Allah yang tidak mau dipotong rambutnya, semua minta dipotongkan. Ini pun
menunjukan bahwa tamu Allah siap dan rela diatur oleh Allah swt.
Oleh karena itu, dalam pelaksanaan ibadah haji terdapat
peristiwa penyembelihan kambing. Pertanyaannya: “Mengapa setiap tahun
kambing-kambing itu bergelimpangan disembelih oleh umat Islam pada hari raya
Idul Adha? Jawabannya: “karena umat Islam sedang diingatkan oleh Allah
swt. bahwa dahulu ada seorang Bapak yang begitu siap dan relanya diatur oleh
Allah sampai anak satu-satunya yang telah beranjak dewasa harus disembelih,
disembelihnya. Bahwa dulu ada seorang anak remaja yang begitu siapnya ditaur
oleh Allah sehingga jiwanya pun harus dikorbankan, dikorbankannya. Itulah
nabiyullah Ibrahim dan putranya Ismail alaihimasalam. Peristiwa penting
ini diabadikan oleh Allah dalam Al-Quran:
يَابُنَىَّ
إِنِّى أَرَىْ فِى الْمَنَامِ أَنِّى أَذْبَحُكَ فَانْْظُرْ مَاذَا تَرَى
(الصفَّات: 102)
“Wahai anakku! Aku melihat dalam mimpiku bahwa aku (harus)
menyembelih engkau. Bagaimanakah pendapatmu sendiri?”
Tanpa perasaan bimbang Ismail menjawab:
يَا
أَبَتِ إِفْعَـلْ مَا تَؤْمَرُ سَتَجِدُنىِ إِنْ شَآءَ اللهُ مِنَ الصَّابِرِيْنَ(الصفَّات:
102)
“Wahai ayah, laksanakanlah apa yang diperintahkan Tuhan, Insya
Allah, ayah akan melihat bahwa aku tabah dan sabar dalam menghadapi peristiwa
itu. (Q.S. Ash-Shaffat: 103).
Kedua hamba Allah itu telah menyerahkan seluruh
hidupnya untuk Allah, apapun yang Allah perintahkan, mereka siap rela diatur
oleh Allah swt. Maka hikmah dari penyembelihan hewan qurban ini adalah bahwa
umat Islam dapat mewarisi nilai-nilai kesiapan rela diatur oleh swt.
sebagaimana telah dicapai oleh Nabiyullah Ibrahim as dan putranya Ismail as.
Allah berfirman dalam Al-Quran surat Al-Haji ayat 23
لَنْ يَنَالَ اللهَ لُحُوْمُهَا وَلاَ دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ
التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَالِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوْا اللهَ عَلىَ
مَاهَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ (الحجرات:73)
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali
tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang
dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya
kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar
gembira kepada orang-orang yang berbuat baik (QS. Al-Haji/22 ; 37)
Setiap muslim yang menunaikan ibadah haji pasti ingin
mendapatkan haji yang mabrur. Lalu yang bagaimanakah yang disebut dengan haji
mabrur itu? Haji mabrur ialah haji yang dilaksanakan dengan penuh keikhlasan
dan sampai kepada tujuannya. Yaitu: SIAP RELA DIATUR OLEH ALLAH SWT. Maka
sangatlah logis bila pahala haji mabrur adalah surga. Rasulullah saw. bersabda:
اَلْحَجُّ
الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَةَ ( رواه البخارى)
Haji mabrur tidak ada
pahala bagi pelakunya kecuali surga (HR. Muttafaq ‘alaih).
Bila seorang muslim telah
menunaikan ibadah haji, bahkan tidak hanya sekali atau dua kali tetapi
berkali-kali. Tapi ketika Allah ‘mengatakan’: A dia mengatakan B, ketika Allah
‘mengatakan’: “masuklah kalian ke dalam agama Islam secara kaffah!”, dia
mengatakan: “tidak usah repot-repot, Islam cukup shalat, puasa, zakat, haji
saja. Islam tidak usah ngomong-ngomong masalah politik, masalah negara……
repot”. Ketika Allah ‘mengatakan’: “Koruptor potong tangannya!”, dia
mengatakan: “Ah, itu tidak berprikemanusiaan, melanggar HAM, cukup dipenjara
saja”. Akhirnya terjadilah kehidupan umat yang semraut.
Maka jika kaum muslimin
yang telah bertitel haji punya mentalitas seperti ini, jangan
pernah berharap akan meraih haji mabrur di sisi Allah dengan ganjaran surga. Mengapa? Karena ia tidak
siap rela diatur oleh syari’at Islam, syari’at Allah swt.
Wallahu 'alaam.Sumber: Blog Ponpes Birrul Walidain
Tidak ada komentar:
Posting Komentar